Ini mungkin sudah keempat kalinya Ia mengatakan hal yang sama sejak di kereta tadi. Entah kenapa Ia merasa sedikit kecewa saat Adrian tidak mengantarnya sampai pulang? Mungkin karena dia merasa kesepian… iya, hanya kesepian dan butuh teman, itu saja.
Selasa, 10 Juli 2012
Bagian Empat
Sudah satu jam berlalu dan Fiona mulai merasa bosan membaca
novelnya. Ia lalu melihat ke arah lokasi syuting, orang-orang terlihat
memencar. Sepertinya mereka sudah selesai atau mungkin sedang beristirahat.
Fiona akhirnya beranjak dari bangku taman dan bermaksud untuk mencari ayahnya.
Ada satu hal yang Fiona rasakan di sini, Ia merasa asing. Asing karena sebenarnya
semua staf yang ada di sini belum mengetahui siapa Fiona sebenarnya. Hanya
segelintir orang yang mengetahui kalau Fiona Park atau Park Hwa Young adalah
putri dari sutradara Ethan Park. Itupun mungkin hanya orang-orang terdekat.
Karena merasa sedikit aneh, Fiona hanya tetap berjalan sambil menengok ke kanan
kiri, berusaha menemukan sosok ayahnya. Beberapa orang yang sibuk sempat
menoleh ke arah Fiona dan mereka mungkin bertanya-tanya siapa gadis itu.
Tetapi Fiona tidak memperdulikan tatapan mereka dan tetap mencari…
Tiba-tiba Fiona merasa dirinya terbentur dan terhuyung hampir jatuh ke tanah,
“Maaf…” ucap lelaki itu dengan spontan. “kau tidak apa-apa?”
tanyanya dengan logat Inggrisnya yang kental dan nada khawatir sambil memegang
siku Fiona yang kehilangan keseimbangannya.
Fiona meringis sambil memegangi kepalanya yang sedikit berdenyut,
“tidak apa-apa.” Lirihnya. Fiona lalu mendongak, dan Ia sempat terpaku beberapa
saat ketika menyadari siapa yang ada di depannya.
“Kau yakin tidak apa-apa?” tanya pria itu lagi. Fiona hanya
tersenyum kecil dan mengangguk, “aku yakin.”
Fiona merasa ini benar-benar sebuah kebetulan. Adrian Harrison
sekarang berdiri di depannya. Ternyata kalau dilihat-lihat, dia memang
benar-benar lumayan. Sama persis seperti apa yang Fiona pernah lihat di
televisi dan tabloid-tabloid. Melihat wajah Adrian Harrison dari dekat, Fiona
menyadari kalau wajah Adrian itu terlihat sangat halus tanpa cela. Proporsi
wajahnya pun bisa dibilang hampir sempurna. Pantas saja gadis-gadis itu bisa
tersihir oleh wajah dan juga senyumannya…
Apa-apaan
ini? Kenapa aku jadinya mulai menilai penampilan orang? Tegur
Fiona dalam hati.
Teringat dengan tujuan utamanya kemari, Fiona kembali mendongak
dan melihat sekelilingnya, berusaha mencari sosok ayahnya. Adrian yang
memperhatikan Fiona mulai menduga, “apa kau mencari sutradara Ethan Park?”
Fiona lalu menatap Adrian sejenak, “iya.”
“dia sedang ada di sana. Berbicara dengan asistennya.” Ucap Adrian
sambil menunjuk ke arah Ethan Park. Fiona yang sudah melihat ayahnya mulai
tersenyum tipis.
“oh… terima kasih.” Ucap Fiona. “kau tau dari mana aku sedang
mencari sutradara Park?”
Satu hal lagi yang Adrian baru ketahui, gadis yang berdiri di
depannya saat ini mempunyai logat Inggris yang jelas. Seulas senyum tersungging
di bibir Adrian, “apakah namamu Fiona Park?”
“Apa?” Fiona sedikit kaget dengan pertanyaan Adrian.
“Hwa Young-ssi??” terdengar suara bernada rendah memanggil Fiona
dari belakang. Fiona lalu membalikkan badannya, dan Ia segera tersenyum lebar
setelah mendapati ayahnya yang sudah ada di depan matanya. Ethan Park memang
selalu memanggil nama korea anaknya di tengah-tengah keramaian begini. Kecuali
kalau memang mereka hanya berdua atau bersama keluarga dekat, Ia akan kembali
memanggil putrinya Fiona. Fiona tau jelas alasannya mengapa. Dan Ia mulai
terbiasa dengan hal itu sejak kecil.
“appa…” Fiona lalu membungkukkan badannya memberi salam.
“Maaf sudah membuatmu menunggu lama, nak. Sejak kapan kau ada
disini?”
Fiona menggaruk kepalanya dengan ragu, “mm, sejak satu jam yang
lalu?” terlihat seulas senyum ragu di wajah polos Fiona itu.
“ahhh maafkan appa. Tadi appa sibuk sekali. Kau pasti sudah merasa
sangat bosan. Oh ya, kau sudah melihat artis utamanya?” ujar Ethan Park saat
menyadari Adrian yang sedang berdiri di dekat mereka. Ia yakin, Adrian pasti
tidak terlalu mengerti percakapan Ethan Park dan putrinya yang dalam bahasa
Korea itu.
Fiona menoleh ke arah Adrian yang tersenyum kepadanya. Senyuman
itu… Fiona merasa ada sesuatu yang aneh
dengan detak jantungnya untuk sesaat. Ada apa dengan senyumannya itu?
Fiona kemudian memalingkan wajah ke ayahnya, “Iya, sudah. Tadi
sempat berbicara sebentar.” ucap Fiona kini dalam bahasa Inggris.
Ethan Park hanya mengangguk pelan, lalu dia menoleh ke Adrian,
“baiklah, untuk hari ini syuting selesai. Besok siang kita akan lanjutkan lagi
masih di lokasi yang sama.” Kata Ethan Park ketika dia menyadari manager Mike
yang berlari menghampirinya.
“Sutradara Park… apakah kita akan membahas konsep di kantormu
setelah ini?”
Ethan Park mengangguk, “ya. Tapi hanya diantara para staff. Ada
beberapa bagian yang harus aku bahas dan perbaiki. Tetapi aku rasa Adrian tidak
perlu ikut. Dia butuh istirahat. Pengambilan gambar besok akan lebih banyak.”
Jelasnya.
Fiona hanya terdiam di sana mendengarkan perbincangan orang-orang
sibuk dari dunia entertainment itu.
Ada kalanya Fiona mendapati dirinya tenggelam dalam percakapan mereka. Untuk
kesekian kalinya, Fiona merasa bekerja di dunia entertainment itu kelihatannya sangat menarik.
“Hwa Young-ssi…” lamunan Fiona terbuyar saat Ia mendengar ayahnya,
“sekarang sudah malam, maafkan appa. Seharusnya appa tidak mengijinkanmu datang
ke sini. Apalagi lokasi ini lumayan jauh dari apartemenmu. Dan appa harus
segera kembali ke kantor…”
“tidak apa-apa, appa.” Sela Fiona. “aku masih bisa pulang sendiri,
tidak usah khawatir. Lagi pula stasiun kereta dan jalanan masih lumayan ramai
saat jam seperti ini.” Ucap Fiona dengan santai, berharap ayahnya tidak
khawatir.
“tidak…” bantah Ethan Park. Dia lalu melihat sekeliling, “mungkin
salah satu staff appa bisa mengantarmu pulang.”
“bagaimana kalau Adrian saja yang mengantarnya pulang?” tawar Mike
Wylson.
Adrian lalu menoleh ke arah managernya itu, “aku??”
“iya, kau tidak akan ikut rapat kan? Lagipula aku yakin kau sangat
ingin lebih mengenal kota Seoul.” Ucap Mike sambil tersenyum santai.
Ethan Park lalu tersenyum pada Adrian, “apa kau bisa mengantarnya
Adrian?”
“mm, Hyong…” Adrian terdengar ragu. Mendengar nada bicara Adrian
yang ragu itu, Fiona segera menjawab sebelum Adrian sempat melanjutkan
perkataannya, “tidak apa-apa, appa. Aku bisa pulang sendiri. Benar. Aku akan
baik-baik saja.”
“Tidak…” sela Adrian dengan cepat. “aku akan mengantarnya. Jangan
khawatir, Hyong. Aku bisa mengantarnya sampai pulang.” Ucap Adrian dengan
cepat. Fiona lalu menoleh ke arah Adrian dan Ia menatap lelaki itu untuk
beberapa saat.
Ethan Park lalu tersenyum lega, “baiklah kalau begitu. Hati-hati
di jalan. Appa akan menghubungimu besok, Hwa Young-ssi.” Ujar Ethan Park sambil
memegang lembut bahu putrinya.
“bagaimana kalau Adrian saja yang mengantarnya pulang?” tawar Mike
Wylson.
Adrian menatap managernya itu dengan ekspresi wajah sedikit kaget,
mengapa managernya itu mengatakan sesuatu yang terkesan tiba-tiba begitu?
“aku??”
“iya, kau tidak akan ikut rapat kan? Lagipula aku yakin kau sangat
ingin lebih mengenal kota Seoul.” Ucap Mike sambil tersenyum santai.
Adrian lalu melihat Ethan Park tersenyum padanya, “apa kau bisa
mengantarnya, Adrian?”
“mm, Hyong…” bukannya tidak mau, tetapi Adrian hanya tidak ingin
dia terkesan seperti orang bodoh di depan seorang wanita. Apalagi di depan
Fiona Park. Adrian merasa dia benar-benar harus menjaga kharismanya di depan
wanita yang satu ini. Entahlah mengapa. Tetapi mengantarnya pulang tanpa begitu
menguasai arah-arah jalan di kota Seoul, benar-benar akan membuat dirinya
terlihat seperti orang bodoh di depan Fiona. Dan dia tidak ingin hal itu
terjadi.
“tidak apa-apa, appa. Aku bisa pulang sendiri. Benar. Aku akan
baik-baik saja.” Kata-kata Fiona tiba-tiba membuyarkan pikirannya.
“Tidak…” Adrian menyela dengan cepat. “aku akan mengantarnya.
Jangan khawatir, Hyong. Aku bisa mengantarnya sampai pulang.”
Ethan Park lalu tersenyum lega, “baiklah kalau begitu. Hati-hati
di jalan. Appa akan menghubungimu besok, Hwa Young-ssi.”
Selama di perjalanan, keduanya masih terdiam. Belum ada yang
memulai percakapan. Merasa canggung dengan suasana seperti itu, Adrian kemudian
mulai mencairkan suasana, “jadi, kau tinggal di mana?”
Fiona yang tadinya menunduk, kini mendongak ke arah Adrian, “aku
tinggal di apartemen di kawasan Chang Gyeong Gung.”
“apakah itu jauh dari City Hall?” tanya Adrian sambil menaikkan zipper jaketnya. Udara malam di musim
dingin semakin terasa.
“tidak. Sangat dekat malah.” Jawab Fiona. Ia lalu memperhatikan
penampilan Adrian yang hanya dibaluti jaket hitam dan celana jeans putih.
“kenapa hanya berpernampilan seperti itu?”
Adrian lalu memperhatikan penampilannya sendiri dan tersenyum
kecil, “oh ini…” Ia lalu menjejalkan kedua tangannya ke saku jaketnya, “sudah
malam, tidak banyak orang yang akan mengenali wajahku.” Ucapnya seakan-akan Ia bisa
membaca pikiran Fiona.
“kau yakin? Di saat jam seperti ini, masih lumayan banyak orang
yang menunggu di stasiun kereta.” Ucap Fiona sambil memandang lurus ke jalan. “bahkan
artis-artis korea selalu memakai perlindungan seperti kaca mata gelap dan syal
tebal untuk menutupi wajah mereka, kapanpun dan di manapun.”
Adrian yang mendengar penjelasan Fiona tertawa rendah, “lalu?
Berharap saja tidak banyak orang yang akan mengenali wajahku. Lagipula, kalau
aku memakai kaca mata hitam, jaket hitam dan syal tebal saat ini akan terkesan
mencurigakan. Apalagi aku berjalan dengan seorang wanita muda.” Ucap Adrian
dengan ringan. “orang-orang akan mengira aku seorang penculik.”
Fiona hanya tertawa kecil, “baiklah, terserah kau.”
Benar. Sesampainya di stasiun kereta, ternyata masih ada lumayan
banyak orang yang menunggu kereta mereka walaupun hari sudah sangat gelap.
Fiona melirik ke sekelilingnya dan Ia merasa beberapa orang yang menunggu di
sana sudah mulai menyadari sesuatu. Gadis-gadis muda itu tersenyum sambil
menunjuk-nunjuk ke arah Adrian. Pasti mereka tau Adrian Harrison. Dan kali ini,
mereka mulai menyadari keberadaan pria itu, tepat disebelah Fiona. Fiona
kemudian memperhatikan Adrian, tetapi lelaki itu malah bersikap santai dan
tidak terlalu memperdulikan orang-orang yang sudah mulai memperhatikannya.
“kapan keretanya datang?” tanya Adrian sambil memperhatikan papan
daftar kedatangan kereta.
“setelah kereta ini…” belum sempat menyelesaikan perkataanya,
Fiona mendengar suara seorang gadis muda,
“Maaf… apakah anda Adrian Harrison?” tanya seorang gadis muda
dalam bahasa Inggris yang dihiasi logat Korea.
“ah.. oh iya.” Jawab Adrian dengan ramah. Ia tersenyum kepada tiga
gadis muda yang menghampirinya itu. Ketiga gadis itu lalu terlihat begitu
semangat dan nervous. Salah satu dari
mereka terlihat dengan wajah yang memerah. Dua kemungkinan, karena Adrian yang
baru memperlihatkan senyumnya yang menawan atau karena dia luar biasa senang
bisa bertemu langsung dengan idolanya. Atau mungkin kedua-duanya.
Fiona yang berdiri di sebelah Adrian hanya memperhatikan mereka.
Sudah dibilang kan? Kejadian yang diprediksi Fiona di tengah perjalanan tadi
memang benar. Artis terkenal seperti Adrian Harrison memang harus memakai
perlindungan di manapun dan kapanpun kalau memang tidak ingin dikenal publik.
“boleh… tanda tangan?” pinta gadis yang lainnya dengan bahasa Inggris yang terpatah-patah.
Namun Adrian bisa mengerti jelas maksudnya, “tentu saja.”
Hanya dalam beberapa detik, bukan hanya tiga gadis itu yang
mengelilingi Adrian. Tiba-tiba orang-orang makin ramai menghampirinya. Fiona
mendapati dirinya seperti orang asing di sana. Apakah dia satu-satunya yang
tidak terlihat histeris? Dengan perlahan, Fiona mundur langkah demi langkah,
menjauhi kerumunan yang muncul secara tiba-tiba itu.
Dari kejauhan Fiona memperhatikan Adrian yang sedang sibuk
memberikan tanda tangan dan berfoto dengan fansnya. Adrian terlihat sangat
tenang dan ramah. Sama sekali tidak ada ekspresi kalau dia merasa terganggu.
“memang susah jadi artis…” gumam Fiona.
Bunyi kedatangan kereta berikutnya terdengar. Fiona segera menoleh ke arah keretanya yang sudah
mendekat. Apakah ini berarti dia akan menaiki kereta sendiri?
Masih dengan sedikit perasaan ragu, Fiona melihat ke arah Adrian
yang masih sibuk dengan fansnya. Fiona lalu memutuskan untuk menaiki kereta
sendiri, tidak mungkin dia menghampiri Adrian dan mengganggunya yang sedang
melayani fansnya, iya kan?
Sambil masih memperhatikan Adrian, Fiona menyadari lelaki itu yang
kini melihatnya baru masuk ke dalam kereta. Fiona melambaikan tangannya sambil
tersenyum manis ke arah Adrian.
Untuk beberapa detik, Adrian mendapati dirinya terpaku sesaat
seiring kereta sudah siap berjalan, Fiona masih tersenyum kepadanya.
Tidak, tidak bisa begini. Gadis itu pergi begitu saja tanpa
bilang-bilang? Dan meninggalkannya dengan senyuman itu? Bagaimana kalau dia
tidak bisa tidur semalaman karena terus terbayang akan senyum Fiona yang
barusan itu? Tidak, Adrian tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
Adrian lalu berusaha menerobos kerumunan, “maaf, saya harus segera
bergegas.” Ucapnya masih dengan nada yang ramah. Beberapa orang masih mengikuti
Adrian dari belakang sambil menyodorkan pulpen dan kertas untuk tanda tangan.
Namun Adrian berlari masuk ke dalam kereta sebelum dia ketinggalan. Dari dalam kereta, Adrian melambaikan
tangannya dan tersenyum lebar kepada semua fansnya yang masih menunggu dan
menyorakkan namanya dari luar.
Sebelum membuka pintu apartemennya yang bernomor 204 itu, Fiona
terdiam sesaat. Seulas senyum kecil
tersungging di bibirnya, “dasar… aku bilang juga apa. Sudah pasti akan
diketahui banyak orang.”
Ini mungkin sudah keempat kalinya Ia mengatakan hal yang sama sejak di kereta tadi. Entah kenapa Ia merasa sedikit kecewa saat Adrian tidak mengantarnya sampai pulang? Mungkin karena dia merasa kesepian… iya, hanya kesepian dan butuh teman, itu saja.
Ini mungkin sudah keempat kalinya Ia mengatakan hal yang sama sejak di kereta tadi. Entah kenapa Ia merasa sedikit kecewa saat Adrian tidak mengantarnya sampai pulang? Mungkin karena dia merasa kesepian… iya, hanya kesepian dan butuh teman, itu saja.
Saat membuka pintu apartemennya, Fiona segera mendapati Min Rae
yang sudah berdiri di depan pintu. “Ya
ampun Hwa Young! Kau tau, aku mulai khawatir. Aku kira kau ada di mana
sekarang. Aku hampir menelepon ayahmu, kau baru dari mana saja??” omel Min Rae
seperti seorang ibu yang sudah menunggu kedatangan anaknya dengan sangat cemas.
Fiona tersenyum dan melepas sepatunya, “aku baru saja pulang dari
lokasi syuting. Lokasinya lumayan jauh, di Ilsan. Maka dari itu aku pulang
terlambat.”
“bagaimana? Kau bertemu
dengan ayahmu kan?” tanya Min Rae sambil mengikuti Fiona yang berjalan ke
dapur.
“ya. Tapi hanya sebentar.” Fiona menuangkan segelas air putih,
“tidak ada satu jam berbicara dengannya.”
“lalu kenapa kau pulang malam-malam begini?”
“itu karena aku sempat menunggunya di lokasi syuting.” Ucap Fiona
setelah meneguk segelas air putih. “lagipula pemandangannya sangat bagus.”
“kau pulang sendirian?” tanya Min Rae lagi.
“mm.” sahut Fiona singkat. Dia tidak ingin membicarakan soal
Adrian Harrison yang sempat mengantarnya pulang setengah jalan. Fiona tau
temannya ini adalah salah satu penggemar beratnya. Dan kalau Fiona menceritakan
soal tadi, reaksi sahabatnya ini akan membuatnya kalang kabut. Dan Fiona sedang
malas untuk mengatasi reaksi itu.
“bagaimana soal syutingnya? Apakah ayahmu sedang bekerja dengan
artis muda terkenal? Atau aktor muda korea yang trend saat ini?” nada suara Min Rae mulai berubah. Fiona bisa
mendengar antusias dibalik perkataan sahabatnya itu.
Fiona lalu terbatuk, dia merasa sedikit tersedak, “mm, kau lihat
saja nanti.” Jawab Fiona.
Dia Adrian
Harrison. Artis Inggris yang membuatmu tergila-gila ucap Fiona
dalam hati.
Min Rae kemudian ingin mengatakan sesuatu, tetapi Fiona menyela,
“aku capek. Berjalan kaki di udara malam yang dingin seperti ini ternyata
melelahkan. Aku tidur duluan, oke?” Ia bergegas ke kamarnya tanpa memperdulikan
apa yang akan dikatakan temannya itu.
Ia menatap apartemen tempat gadis itu tinggal dari luar. Matanya
lalu berpaling ke arah sekitar, memperhatikan suasana dilingkungan apartemen
itu. “Jadi di sini dia tinggal…” gumam Adrian sambil melihat ke lantai atas.
“kenapa dia tidak tinggal bersama Hyong? Apakah dia tinggal
sendiri?” beberapa pertanyaan mulai melesat dipikiran Adrian. Entah kenapa Ia
mengikuti gadis itu sampai ke apartemennya. Adrian merasa melihatnya dari
belakang saja sudah cukup. Apalagi kalau dia diberikan kesempatan untuk melihat
wajah Fiona yang polos itu.
Sekali lagi, Adrian melihat ke sekelilingnya, “suasana di kawasan
ini terlihat aman… baguslah.” Ucapnya lebih kepada dirinya sendiri. Adrian tiba-tiba
mendesah pelan, “apakah aku akan bisa tidur nyaman nanti malam?” tiba-tiba Ia
teringat akan wajah Fiona yang tersenyum kepadanya di kereta.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2012 Lady Adelaida: Sunny in Winter. Diberdayakan oleh Blogger.
yeyy akhirnya dipost juga:D
BalasHapuskeren lady, makin seru + buat penasaran akan perasaannya Adrian dan Fiona..
kalau ada waktu cepat dilanjut yaa:)
yaa baru aku yg komen? hm ga apa deh, i'm first hehe *apadehbanyaktypo* ._.
makasi ya udah comment :)
BalasHapusya, pasti aku lanjut secepatnya ^^
tolong bantu promote juga yaa..
iya sama-sama :)
BalasHapusok deh siip ;)
Kak lady ceritanya bagus, tapi mudah ditebak untuk alur periatiwa selanjutnya. =D oiya kak, pilihan katanya terkadang juga kurang tepat, jadi terdengar aneh kak. :)
BalasHapusTapi untuk keseluruhan udah daebak kok kak! Kak lady jjang!! Fighting!! ㅋㅋㅋ
makasi sarannya :) sarannya sangat diperlukan ^^
BalasHapussemoga untuk part-part selanjutnya bisa lebih bagus lagi.