"Asal kau berada disampingku, di mana saja terasa hangat. terlihat terang. semuanya begitu jelas."

Rabu, 18 Juli 2012

Bagian Sepuluh


“Sudah berapa lama kau bekerja sebagai kokinya?” tanya Min Rae kepada Fiona.
“Mmm, mungkin sudah sekitar dua minggu.”
“salah.” Min Rae menyela sambil menunjuk Fiona dengan tangannya yang masih memegang keripik kentang.
“kau sudah bekerja sebagai koki kimchinya, sebagai guru bahasa Koreanya dan penata busana spesialnya selama tiga minggu.”
Fiona hanya tersenyum samar mendengar perkataan temannya yang sok tahu itu. “kalau kau memang sudah tahu, kenapa bertanya lagi?”
“wah, ternyata aku lebih teliti dibandingkan denganmu, Hwa Young-ssi.” ujar Min Rae dengan bangga.
Hari ini hari Minggu. Seperti biasanya, Fiona selalu menyiapkan makanan di pagi hari, terutama sup kimchi. Akhir-akhir ini Adrian selalu memintanya untuk membuatkan sup kimchi dan tidak pernah merasa bosan. kalau bisa dibilang, Fiona bahkan sudah seperti koki pribadinya. Fiona bertemu dengan Adrian hampir setiap hari karena urusan yang berbeda-beda. Sudah tiga minggu berlalu sejak pertemuan awal mereka dan Fiona terlihat semakin dekat dengan Adrian. Ia sudah tidak terlalu merasa enggan lagi di depan Adrian, dan kalau ada masalah, terkadang Ia bahkan memberitahu Adrian lebih dulu sebelum memberitahu Min Rae. Mungkin itu juga karena Fiona sangat sering bertemu dengan Adrian. Tetapi masih saja, peringatan ayahnya waktu itu membuat Fiona terkadang enggan untuk bergaul begitu dekat dengan Adrian.
“Kau memasak lagi untuknya?” tanya Min Rae yang masih menyantap sekantung keripik kentang.
“seperti yang kau lihat.” Sahut Fiona sambil mengaduk-ngaduk sup di dalam panci.
Min Rae lalu menoleh ke arah Fiona dan tersenyum menggoda, “ya ampun, enaknya menjadi koki pribadi si artis tampan.”
“aku bukan koki pribadinya. Sudah berapa kali aku bilang.”
“bukankah kau bekerja untuknya?”
“aku tidak dapat bayaran.” gerutu Fiona.
Alis Min Rae terangkat, “jadi kau tidak tulus? Kau sebenarnya minta dibayar? Wah, kalau tahu begitu, kenapa tidak bilang sebelumnya? Aku bisa menggantikanmu dengan senang hati.”
Fiona tertawa kecil. “Sudahlah, tadi aku hanya bercanda. Lagi pula aku senang ada orang yang begitu menyukai masakanku.”
“Masakan atau orang yang memasak?” tanya Min Rae sambil bertopang dagu.
“apa kau bilang?” Fiona menyipitkan kedua matanya.
“Tidak. Aku tidak bilang apa-apa.” Min Rae lalu memalingkan pandangannya dari Fiona.
Fiona hanya tersenyum tipis dan melanjutkan kegiatan memasaknya. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Sebelum Fiona sempat mengangkat ponselnya, sahabatnya sudah mulai menebak-nebak.
“pasti itu dari si artis tampan.” Ucap Min Rae dengan nada penuh yakin.
Fiona mengangkat jarinya memberi isyarat untuk diam. Ternyata benar. Adrian meneleponnya.
annyeonghaseyo, Fiona-ssi.” terdengar suara Adrian yang ceria dari ujung sana. Ternyata logat Koreanya lumayan juga, pikir Fiona.
Fiona tersenyum. “kenapa bahasamu formal begitu?”
Adrian terkekeh. “aku masih belum terbiasa menggunakan bahasa Korea. Jadi aku mau mulai dari yang formal saja.”
“baiklah, terserah kau. Ada apa menelepon?”
“kau masih bertanya ada apa? Bukankah aku memang selalu meneleponmu setiap pagi?” tanya Adrian dengan nada polos.
“Memang. Dan setiap kali kau menelepon, selalu dengan alasan yang tidak jelas. Dan ujung-ujungnya ingin bertemu. Bukankah aku sudah pernah bilang untuk meneleponku hanya jika ada hal yang begitu penting?” protes Fiona.
“Kau sekarang cerewet.” Sahut Adrian.
Alis Fiona terangkat. “Cerewet? Kau saja yang tidak jelas! Aku hanya berusaha mengingatkan supaya kau tidak terus merepotkanku.” Balas Fiona dengan kesal.
Adrian terdengar menghela napas. “ya, ya. Aku tahu. Tapi aku meneleponmu sekarang bukan karena aku ingin merepotkanmu. Aku rasa kau tidak usah membawakan kimchi untukku hari ini.”
Fiona lalu terdiam sejenak. Tadi Ia tidak bermaksud untuk protes atau marah-marah. Sebenarnya Adrian tidak pernah merepotkannya. Hanya saja tadi Adrian mengatainya cerewet, jadi…
“aku sedang sibuk. Jadi tidak bisa bertemu.” Ujar Adrian, seakan-akan bisa membaca pikiran Fiona.
“Kau tidak usah khawatir, aku akan makan siang walaupun aku akan sangat merindukan kimchi buatanmu.”
Fiona lalu tersenyum tipis. “mm. Memangnya hari ini kau ada jadwal apa?”
Adrian terdiam sejenak, kemudian menjawab, “hari ini jadwalku rekaman di studio untuk album baru.”
Alis Fiona terangkat sedikit. Adrian tidak pernah bilang kalau dia akan bekerja untuk album barunya di Korea. “album baru? Kau tidak pernah bilang..”
“ya, album baru. Aku harus pergi sekarang. Sampai ketemu besok, Fiona-ssi. annyeonghi gyeseyo.
Fiona tersenyum mendengar ucapan Adrian dalam bahasa Korea. Fiona suka cara Adrian memanggil namanya yang selalu dengan lembut. Logat Korea Adrian yang bercampuran dengan logat Inggrisnya yang kental membuatnya terdengar berbeda dan khas.
“Dia bilang apa?” tanya Min Rae begitu Fiona menutup ponselnya.
“hari ini dia sibuk, jadi tidak bisa bertemu.”
Min Rae lalu menatap Fiona lekat-lekat. “kau sedih?”
Fiona menggeleng kepalanya. “untuk apa aku sedih?”
“Tidak. Kau pasti sedih.” Ujar Min Rae ngotot. “kalau aku jadi kau, aku pasti sedih.”
“itu memang kau. Aku justru merasa senang, hari ini aku bisa santai dan tidak direpotkan Adrian.” Balas Fiona sambil berjalan menuju kamarnya.
Min Rae lalu berjalan menghampiri dapur dan memperhatikan sup kimchi yang baru matang. “lalu kimchi ini bagaimana? Buat aku saja ya?”
“ambil saja kalau kau mau.” Seru Fiona dari dalam kamarnya.
Fiona lalu menghempaskan badannya ke tempat tidur. Ia mendesah pelan. “sudah capek-capek aku membuatkannya sup kimchi. Malah tidak bisa bertemu.”


Adrian sedang berdiri menghadap kaca besar di apartemennya. Seulas senyuman manis tersungging di bibirnya ketika membayangkan orang yang baru saja diteleponnya. Ia lalu berjalan menghampiri meja kerjanya dan memperhatikan foto-foto di atas amplop coklat. Foto-foto pemandangan Korea yang menarik perhatiannya dan foto-foto gadis itu. Di dalam semua foto yang ada, gadis itu tidak pernah melihat ke arah kamera. Fotonya membaca buku, duduk di taman, menatap layar laptop, minum cappucino di kafe dan juga fotonya yang sedang merancang baju. Adrian lalu mengambil ponselnya di dalam saku dan menatap foto gadis itu yang sedang tersenyum cerah di tengah-tengah hujan butir  salju. Waktu itu merupakan pertama kalinya gadis itu tersenyum kepadanya.
Adrian lalu menoleh ke arah kumpulan kertas dan pulpen di atas mejanya. Di atas kertas itu tertulis seperti lirik-lirik lagu dan judulnya di bagian atas:
“Fallen- Her Eyes”
Baru saat Adrian akan menyanyikan lirik lagunya, Mike Wylson sudah berdiri di ambang pintu apartemennya. “Bagaimana? Kau sudah siap?”
Adrian mengangguk pelan dan mengangkat bahu. “ya, begitulah. Aku baru saja ingin latihan barusan.”
Mike lalu menggeleng. “kita tunda rekaman kita hari ini.”
“maksudmu?”
“Ibumu tadi menelepon dan tidak ada jawaban darimu. Dia memintamu untuk meneleponnya kembali.” kata Mike sambil menggoyangkan ponselnya.
Alis Adrian terangkat. “Ibu? Kenapa tiba-tiba? Apa dia yang menyuruhmu untuk membatalkan jadwal rekaman hari ini?”
“ya, bisa dibilang seperti itu. Katanya ada sesuatu yang begitu penting yang harus dibicarakan denganmu.” Sahut Mike.
Adrian hanya mengangguk, masih dengan tatapan heran. Ia lalu segera mengambil ponsel dan menghubungi ibunya saat Mike sudah beranjak pergi.
Saat nada sambung keempat, Ibunya sudah menjawab. “Adrian! Kamu dari mana saja tadi? Ibu sudah mencoba meneleponmu berkali-kali.”
Adrian menjauhkan telinganya karena suara ibunya yang lumayan keras. “Sorry, Mom. Aku tadi sedang menelepon juga.”
Ibunya lalu mendesah pelan “jangan panggil ibu, Mom. Kau tahu ibu tidak suka itu.” suaranya kemudian mulai terdengar normal. “sudah tiga minggu kamu berada di Korea. Bagaimana kabarmu, sayang?”
“baiklah. aku baik-baik saja, bu. Sangat baik malah. Kenapa tiba-tiba meneleponku? Ada masalah?”
Adrian bisa mendengar nada bicara ibunya yang berubah semangat seketika. “Ibu sempat bertemu dengan sahabat ibu sejak SMA dari Seoul. Waktu itu benar-benar kejutan bisa bertemu dengannya di Barkeley Square. Sekarang dia sudah menjadi penata busana dan pemilik butik terkenal.”
Alis Adrian sedikit terangkat. Ia tidak mengerti dengan penjelasan ibunya yang panjang lebar itu.
“Lalu? Apa aku ada hubungannya?”
“Tentu saja.” Sahut ibunya masih dengan nada bersemangat. “katanya butiknya terpilih menjadi sponsor butik pakaianmu. Dan anaknya juga merupakan gadis model di video musik terbarumu.”
Adrian terdiam sejenak. Jadi yang ibunya bicarakan sejak tadi adalah… Song Mi Na? keluarga Song?
“Song… Mi Na?”
“Betul sekali, anakku.” Balas ibunya. “ibu sudah melihat Song Mi Na waktu itu dan dia memang benar-benar gadis yang cantik.”
Adrian mulai menyipitkan kedua matanya. Jangan-jangan ibunya ini punya rencana dibalik pujiannya itu.
“Lalu, maksud ibu? Aku sekarang sedang sangat sibuk, bu. Seharusnya hari ini adalah jadwal rekaman untuk album terbaruku. Tapi ibu malah membatalkannya.” Keluh Adrian.
Ibunya mendecak, “ibu sudah urus itu. Tadi ibu sempat berbicara dengan Mike dan memintanya untuk mengatur ulang jadwalmu hari ini. Ibu ingin kau menemui Mi Na hari ini di butiknya.”
“Apa? Untuk apa?”
“Adrian, ayolah. Kau tahu ibu tidak suka kau menjalin hubungan dengan gadis London atau gadis barat lainnya.” Desak Ibunya. “ibu sangat ingin kau mencari pasangan sekarang. Sebelum semuanya terlambat.”
Adrian mendesah keras. “Ibu, aku masih dua puluh…”
“temui saja dia. Dia gadis yang baik dan menyenangkan. Kau pasti menyukainya.” Sela ibunya.
Adrian kembali mendesah dengan pasrah. Kalau sudah begini, tidak ada cara lain selain mengikuti perintah ibunya. “baiklah. Aku akan pergi menemuinya.”
Adrian kemudian menutup ponselnya dan mengacak-ngacak pelan rambut cokelatnya. Ia lalu mendecak lidah. “Kenapa aku jadi dijodohkan seperti ini?”


Siang ini seharusnya Fiona bersantai-santai di rumah dan kembali melanjutkan tulisannya di laptop. Tapi telepon dari Song Mi Na barusan membuyarkan semua rencana dan jadwal santainya hari ini. Song Mi Na dan ibunya baru saja kembali dari London kemarin siang. Dua minggu terakhir Fiona tidak sempat berkomunikasi dengan Song Mi Na, itu semua juga karena keduanya sangat sibuk, jadi Fiona baru tahu kalau Mi Na sempat pergi ke London untuk beberapa minggu. Tadi pagi Mi Na kembali meneleponnya—seperti biasa jika ada perlu—untuk meminta Fiona membantunya memilih tema pakaian untuk musim dingin tahun ini. Sebenarnya Fiona sangat malas, tapi tidak mungkin Ia menolak permintaan putri pemilik butik tempat Ia bekerja. Apalagi di antara semua staff yang bekerja di sana, Mi Na paling dekat dengan Fiona, tentu saja Fiona tidak bisa menolak begitu saja.
“Hai, Hwa Young-ssi!” sapa gadis di depannya itu dengan wajah yang begitu cerah.
“selamat siang, Mi Na-ssi. kau terlihat begitu senang hari ini.” Sahut Fiona sambil berjalan memasuki ruang kerjanya.
“tentu saja aku sangat senang.” Mi Na lalu menyodorkan setumpuk file yang Ia pegang tadi. “Ini adalah hari dimana kita bisa memilih tema untuk pakaian musim dingin tahun ini. Aku sangat senang karena orang tuaku mempercayakan pekerjaan ini padaku!”
Fiona tersenyum melihat reaksi Mi Na yang terlihat begitu ceria. “aku rasa alasannya lebih dari itu. Apa kau baru saja makan banyak gula?” gurau Fiona.
Mi Na menggeleng kepalanya sambil tersenyum. “memang bukan hanya itu. Ada alasan lain juga.”
Fiona yang tadinya membalik-balikkan halaman file kemudian menoleh. “alasan lain? Apa itu?”
“kau ingat Adrian Harrison, bukan?”
Alis Fiona terangkat. Ingat Adrian Harrison? Pertanyaan bodoh. Mana ada orang yang akan melupakan wajah artis itu kalau sudah pernah melihatnya? Apalagi Fiona melihatnya setiap hari.
“tentu saja.” Jawab Fiona sambil masih memperhatikan wajah Mi Na yang tiba-tiba berubah merona.
“Hari ini aku akan bertemu dengannya.” Kata Mi Na sambil tersenyum lebar.
“apa?”
“hari ini aku akan bertemu dengannya.” Ulang Mi Na. “waktu aku ada di London, aku dan ibuku tidak sengaja bertemu dengan ibu Adrian Harrison yang juga merupakan orang Korea. Apa kau tahu? Ternyata ibuku itu adalah sahabat ibunya sejak SMA! Ya ampun, aku benar-benar tidak menyangka. itu merupakan sebuah kebetulan yang bagus, bukan?” Jelas Mi Na dengan semangat menggebu-gebu.
Fiona masih tidak terlalu mengerti dengan arah pembicaraan Mi Na. kemudian Ia mengerjapkan matanya. Tunggu dulu, jangan-jangan…
“sepertinya ibunya menyukaiku. Dia ingin agar aku bertemu dengan anaknya saat aku kembali ke Korea.” Tambah Mi Na sambil masih tersenyum dengan lebar.
Fiona lalu menyandarkan tubuhnya di kursi. ternyata yang diduganya barusan memang benar. Jangan-jangan sudah mulai terjadi perjodohan di sini. Perjodohan yang tidak ingin Ia bayangkan. Perjodohan antara Adrian Harrison dan Song Mi Na.
“kita harus bergegas sekarang. Dia sedang menungguku di lobby atas.” Ujar Mi Na membuyarkan lamunan Fiona.
Mata Fiona melebar. Adrian sudah ada di sini? Dan dia sedang menunggu Mi Na? bukankah tadi pagi Adrian bilang dirinya sedang sibuk? Bukankah tadi pagi dia bilang tidak bisa bertemu dengan Fiona karena saking sibuknya? Fiona mendapati dirinya mengepal tangannya lagi. Saking eratnya sampai Ia juga tidak bisa mengatur nada bicaranya.
“tidak usah!”
Mi Na lalu menatap Fiona heran. “Hwa Young-ssi? kau baik-baik saja?”
Fiona terdiam sesaat. Ia lalu berusaha mengendalikan napasnya yang sudah mulai terburu-buru. “tidak, aku baik-baik saja. Maksudku, tidak usah tergesa-gesa, aku tidak bisa memilih tema dengan baik kalau terburu-buru. Kau menemuinya saja dulu, aku akan memilih tema sendiri.” Jelas Fiona sambil membereskan file-file di mejanya.
Mi Na menatap Fiona ragu. “kau yakin? Aku tidak mau merepotkanmu.”
Apa kau baru sadar kalau kau selalu merepotkanku? gumam Fiona dalam hati. Ia lalu menatap Mi Na. “tidak apa-apa. Aku bisa memilih dengan cepat kalau aku diberi waktu sendiri.” Balas Fiona.
Mi Na sama sekali tidak menyadari suasana hati Fiona yang sudah mulai memburuk. Ia lalu melambai kecil sambil tersenyum kepada Fiona. “Baiklah kalau begitu. Sampai ketemu nanti.”


Adrian sedang terduduk di sofa lobby sambil memainkan games di ponselnya. Ia mendesah pelan, seharusnya sekarang dia ada di dalam studio dan mulai merekam lagu-lagu terbarunya. Memang terkadang ibunya bisa sangat merepotkan. Terkadang ibunya suka ikut campur dengan urusan pribadi anaknya, terutama Adrian. Apalagi kalau sudah soal pasangan. Ibunya selalu memperingatinya untuk mencari gadis Asia dan selalu memastikan agar Adrian tidak salah pilih. Tetapi kenapa ibunya tidak bersikap seperti itu dengan adiknya, Katherine? Bukankah seharusnya anak perempuan lebih diperhatikan? Mungkin itu karena Adrian mempunyai begitu banyak gadis penggemar di mana-mana dan ibunya sangat takut jika Adrian mudah tertarik pada gadis. Walaupun kenyataannya memang tidak seperti itu, tetapi masih saja, tidak ada yang bisa menghentikan ibunya.
Tak lama kemudian, pintu lobby terbuka, dan saat itu juga Adrian berdiri dari tempat duduknya. Mi Na muncul dihadapannya dengan senyuman manis ala modelnya itu.
“halo, kita bertemu lagi. Masih ingat aku, bukan?” sapa Adrian ramah, juga dengan senyumnya yang bisa membuat semua gadis menahan napas.
Mi Na yang disambut dengan ramah terlihat begitu senang. “tentu saja, Adrian Harrison.”
“Ibuku memintaku untuk menemuimu di sini, jadi…”
“aku tahu itu.” Sela Mi Na. “ibumu sempat memintaku untuk menemuimu saat aku kembali ke Korea.”
Mata Adrian sedikit terbelalak. Ibunya meminta gadis ini untuk menemuinya? Itu terdengar memalukan. Ia jadi merasa seperti pria yang tidak laku. Sampai-sampai ibunya meminta Mi Na untuk menemuinya di Korea.
“kau tidak usah khawatir, aku tidak keberatan sama sekali.” Kata Mi Na seakan-akan bisa membaca pikiran Adrian hanya dari gerak-geriknya.
“aku sangat senang bisa bertemu denganmu lagi.”
Adrian yang melihat senyum Mi Na yang begitu tulus, lalu menjawab “tentu saja. Aku juga senang bisa bertemu denganmu lagi. Apa kau mau makan siang?”


“Kenapa aku jadi sibuk sendiri?” keluh Fiona kepada dirinya sendiri. Ia lalu melempar pelan file ke meja. Ia tidak bisa konsentrasi. Seharusnya kalau sudah diberikan ruang sendiri, Fiona bisa berkonsentrasi dengan mudah. Tapi kenapa sekarang tidak bisa? Kenapa Ia merasa pikirannya jadi kacau begini? Ini semua karena Adrian! Artis Inggris itu… apakah yang dimaksudnya sibuk tadi adalah bertemu dengan Song Mi Na? karena merupakan sesuatu yang begitu penting sampai dia tidak mengatakan yang sebenarnya kepada Fiona?
Fiona lalu memukul kepalanya, berusaha mengembalikan pikirannya yang sudah mulai tidak karuan.
“aduh.. sakit.” Erangnya sambil mengusap kepalanya, tidak sadar kalau Ia memukul begitu keras.
“siapa suruh memukul kepalamu sendiri seperti itu?”
Fiona menoleh ke arah pintu ruangannya dan mendapati gadis kurus berambut cokelat  gelap yang sedang berdiri menyandar di pintu.
“oh, Katherine.” Lirih Fiona sambil masih mengusap pelan kepalanya.
“kenapa memukul kepalamu sendiri seperti itu?” tanya Katherine sambil tersenyum.
“aku sedang merasa tidak normal.”
“apa?”
“tidak apa-apa.” Sahut Fiona. Ia lalu beranjak dari kursinya dan membereskan file-file yang beracakan di atas meja. “bagaimana kabarmu? Bosan dengan baju lama?”
“bagaimana kau tahu?” kata Kate sambil tertawa.
“aku memang sudah mulai bosan dengan baju yang aku beli satu minggu yang lalu. Bisa pilihkan baju untukku lagi? Yang baru datang pastinya.” Lanjut Kate.
Fiona lalu tersenyum sambil menggeleng pelan. “kau memang cepat bosan. Apa semua model seperti itu?”
Kate lalu mengetuk-ngetuk pelipisnya dengan jari telunjuk, pura-pura berpikir. “mmm, aku rasa tidak. Hanya saja seleraku berubah-rubah. Aku model yang spesial.” Gurau Kate dengan percaya diri.
Fiona tertawa kecil. “baiklah. Aku akan menawarkan baju spesial untuk model spesial sepertimu.”

Saat hendak berjalan keluar dari ruangan kerjanya, langkah Fiona terhenti begitu melihat dua orang yang berjalan menuruni tangga.
“oh, Adrian oppa!” seru Kate begitu melihat Adrian yang muncul bersama Mi Na.
Oppa sedang apa di sini?”
Sebelum menjawab Kate, Adrian melirik ke arah Fiona yang sama sekali tidak menatap ke arahnya. Wajah gadis itu terlihat kesal. Ada apa dengannya?
“Hi, Kate. Ibu memintaku untuk datang ke sini dan menemui seseorang.” Kata Adrian sambil menoleh ke arah Mi Na yang tersenyum ramah kepada orang-orang di depannya.
Fiona lalu menoleh ke arah Mi Na. Fiona bisa melihat tatapan mata Mi Na yang sudah berkilat-kilat. Rasanya saat itu Ia sangat ingin mendesah keras.
“oh, jadi gadis ini.” Gumam Katherine.
Adrian menatap Katherine heran. “maksudmu?”
“kemarin malam ibu menghubungiku. Dan dia memberitahuku kalau dia sudah menemukan gadis yang pantas untukmu.” Ungkap Katherine.
“Oh.” Hanya itu ekspresi yang Adrian bisa perlihatkan. Yang benar saja, apakah ibunya sudah memberitahu semua orang bahwa Adrian akan dijodohkan seperti ini? Adrian mulai mempunyai firasat jelek. Jangan-jangan ibunya sudah memberitahu seluruh London kalau Adrian Harrison akan bertunangan dengan seorang gadis pilihan ibunya.
Fiona yang mendengar perkataan Katherine juga menatap gadis disebelahnya itu dengan sedikit terkejut. Jadi semua itu sudah direncanakan? Kenapa Adrian tidak bilang-bilang? Kenapa tiba-tiba begini?
“Kita mau makan siang, apa kalian mau ikut?” tanya Adrian menawarkan.
Katherine menggeleng. “aku baru saja selesai makan siang. Hwa Young-ssi, kau pasti belum makan siang, bukan? Aku akan menunggu di sini.” Ujar Katherine.
Fiona yang mendengar perkataa Katherine lalu menggeleng cepat. “Tidak perlu.” Sahut Fiona, kaget nada bicaranya tiba-tiba ketus.
Fiona menyadari Adrian yang sedang menatapnya heran. Ia lalu berusaha mengendalikan nada bicaranya, lalu menambahkan, “aku tidak suka menunda pekerjaan. Lagi pula aku belum lapar. Aku akan makan siang nanti.”
Mi Na yang tadinya sempat terdiam sesaat kini tersenyum mendengar jawaban Fiona. “baiklah, kurasa yang akan makan siang hanya kita berdua.” Ujarnya sambil menoleh ke arah Adrian.
Fiona tidak menatap siapapun yang ada disekitarnya. Ia menatap ke bawah dan lagi-lagi mengepal tangannya tanpa tahu alasan yang jelas.
“Fiona-ssi.­” panggil Adrian tiba-tiba.
Fiona menoleh menatap Adrian.
“Ingatlah untuk makan siang setelah ini. Tidak usah diforsir.” Kata Adrian dengan nada bicaranya yang lembut.
Kedua gadis lainnya yang berdiri di sana hanya menatapi Adrian dan Fiona heran.
“Tenang saja, aku tidak pernah telat makan.” Balas Fiona tanpa melihat ke arah Adrian.
Adrian lalu tersenyum. “baguslah kalau begitu.” Ia lalu mengalihkan tatapan dan senyumnya dari Fiona ke arah Mi Na. “ya sudah, kau mau makan di mana, Mi Na-ssi? Aku tidak terlalu tahu restoran terbaik di Seoul, jadi kau saja yang memilih restorannya.”
Mi Na kemudian mengibaskan tangannya. “tenang saja, aku tahu restoran terbaik di wilayah Myong Dong.”
Ya ampun, kenapa sekarang Fiona merasa kepalanya berdenyut-denyut? Apakah ini juga yang membuatnya tidak bisa berkonsentrasi seperti biasanya? Apakah kepalanya mulai bermasalah?
“sampai ketemu nanti Hwa Young-ssi.” ucap Mi Na sambil berlalu bersama Adrian.
Fiona tidak menyahut, Ia segera membalikkan badan, menghembuskan napas pelan dan berjalan ke dalam toko butik. Alis Katherine terangkat melihat langkah Fiona yang cepat itu.
“Hwa Young-ssi, kau baik-baik saja?” tanyanya sambil mengikuti Fiona dari belakang.



0 Comments:

Posting Komentar

2012 Lady Adelaida: Sunny in Winter. Diberdayakan oleh Blogger.

© Sunny In Winter, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena