"Asal kau berada disampingku, di mana saja terasa hangat. terlihat terang. semuanya begitu jelas."

Senin, 09 Juli 2012

Bagian Dua


Seoul, Korea Selatan
Fiona Park duduk terlamun di bawah pohon yang teduh di sekitar halaman Kyung Hee University. Saat ini jam makan siang dan terlihat orang-orang sedang tertawa dan bersenang-senang dengan teman-temannya ataupun pacar mereka. Namun Fiona lebih memilih untuk menyendiri dan tenggelam dalam pikirannya.
“Hwa Young-ssi!!” terdengar suara perempuan yang sudah tidak asing lagi memanggil nama Korea Fiona.  Ia lalu menoleh ke arah Min Rae yang berlari kecil menghampirinya.
“kau sedang apa melamun di siang bolong begini?? Di mana Jae Woo? Kita jadi merayakan kelulusan tidak?” tanya Min Rae.
Fiona tidak menjawab temannya itu. Dia malah melihat dengan tatapan yang kosong.
Alis Min Rae kemudian terangkat, “Park Hwa Young!!”
Fiona lalu terkesiap dan mengerjapkan matanya, “aa.. ada apa??”
“apa kau tidak mendengarkanku tadi?”
“apa??” tanya Fiona lagi dengan wajah yang polos.
“tidak salah lagi…” kata Min Rae sambil memegang bahu Fiona.
“apa kau sedang ada masalah dengan Lee Jae Woo?”
Fiona tidak menjawab tetapi Ia mengangguk pelan.
“apa kubilang!” ucap Min Rae sambil menepuk pahanya, “hubungan kalian sudah mulai tidak beres sejak 2 minggu yang lalu. Apa kau tidak sadar? Jae Woo selalu menyalahkanmu bahkan hanya karena masalah kecil.”
Fiona hanya menghela nafas “mungkin itu juga karena salahku…”
“Hwa Young! Berhenti menyalahkan dirimu sendiri dan berpikir secara logis! Pria mana yang akan menyalahkan gadisnya terus tanpa alasan yang jelas?” sela Min Rae.
Fiona lalu menatap Min Rae dengan heran, “maksudmu??”
Min Rae lalu menatap melewati bahu Fiona, “lihat dibelakangmu.”
Masih dengan ekspresi wajah yang bingung, Fiona melihat kebelakang dan kini matanya terbelalak, dia benar-benar tidak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini.
“apa kau benar-benar tidak tau?” tanya Min Rae.
“Jae Woo, mahasiswa dari fakultas kesenian yang sudah begitu dekat dengan Kim Ha Ra, mahasiswi dari fakultas musik, apa kau benar-benar tidak tau??” ujar Min Rae seakan-akan Fiona belum pernah mengenal kedua orang itu sama sekali.
Tanpa meperdulikan perkataan temannya itu, kedua mata Fiona masih terpaku pada kedua orang itu. Gadis itu menggandeng tangannya di lengan Jae Woo. Gadis itu membuat Jae Woo tersenyum. Dan senyuman itu dulunya hanya bisa diperlihatkan kepada Fiona seorang. Tiba-tiba Fiona merasa sesak,
“Hwa Young-ssi…” ujar Min Rae pelan, “apa sekarang kau masih ingin bilang kalau kau sangat mempercayainya?”
Fiona lalu menepuk-nepuk kedua pipinya, “sudahlah…” lirihnya pelan.
“aku sudah melihat kebenarannya. Dan sekarang aku tau jelas apa alasan Jae Woo berubah seperti itu belakangan ini. Sekarang mau apa lagi? Kita jadi merayakan kelulusan kita kan?” Fiona lalu segera mengambil tasnya,
“tunggu dulu.” Min Rae menahan tangan Fiona. “duduk di sini dan dengarkan aku.”
Karena sedang malas berdebat dengan sahabatnya itu, Fiona akhirnya menurut.
“kau tau? Sejak berumur 5 tahun, kamu selalu seperti ini. Ditinggalkan atau dipermainkan. Kamu selalu menaruh harapan pada orang yang salah. Padahal jelas-jelas kamu itu adalah wanita yang cantik dan cerdas. Tapi kenapa sikapmu lemah seperti ini Hwa Young? Apalagi sejak ayahmu sudah terlalu sibuk dengan pekerjaannya sendiri.”
“ssst!!” Fiona lalu segera menaruh telunjuk jarinya di bibir Min Rae
“aku sudah bilang, jangan keras-keras saat berbicara tentang orangtua ku!” ujar Fiona sambil melihat ke sekelilingnya.
Min Rae lalu menghempaskan tangan Fiona, “kenapa harus dirahasiakan?? Sudah berapa lama sekarang? Kau sudah berumur 19 tahun, Fiona Scarlett.” Kata Min Rae dengan menekankan nadanya di akhir kata.
Fiona lalu perlahan kembali ke posisi duduknya, “kenapa kau tiba-tiba menyebutkan nama inggrisku?”
“itu karena aku tidak mau kau lupa kalau kau mempunyai ibu seorang mantan actress dan model terkenal dari Inggris.” Omel Min Rae.
Fiona hanya tersenyum tipis dan menunduk ke bawah,
“dengar Hwa Young..” ujar Min Rae kini dengan suaranya yang lembut sambil menggenggam tangan Fiona, “aku yakin almarhumah ibumu tidak ingin melihatmu lemah seperti ini. Apalagi di saat bahagia di mana mimpimu terwujud, kau seharusnya dalam suasana hati yang riang. Bukan memikirkan laki-laki sialan itu. Mengerti?”
Fiona mengangguk, “aku tau. Aku hanya merindukan ibu sekarang.. dan juga ayah. Aku tau dia sibuk dengan pekerjaannya sebagai sutradara, tetapi aku hanya merindukannya dan ingin mempunyai waktu keluarga dengannya.”
Min Rae lalu mendapati dirinya tidak bisa berkata apa-apa. Sejak kecil, Min Rae selalu menjadi orang yang mendengarkan cerita dan menenangkan suasana hati Fiona. Tetapi bila ceritanya sudah menyangkut kedua orang tua Fiona, maka dia tidak bisa berbicara banyak. Kecelakaan tragis yang terjadi 14 tahun yang lalu memang sudah sedikit memecahkan keluarga Park. Dan saat ini, Fiona masih memiliki sikapnya yang lemah dan selalu mengalah itu, yang memang sudah dibawanya sejak dari kecil.
Karena melihat Fiona yang terdiam, Min Rae lalu segera mengalihkan suasana, “mmm, bagaimana kalau kita merayakan kelulusan sekarang? Kau mau ke mana? Bagaimana dengan restoran macaroons di dekat Kyung Hee? Kau sangat suka macaroons kan?”


Incheon International Airport, Seoul, Korea Selatan
2 hari kemudian
“ahhh hampirnya sampai juga!” seru Mike Wyler dengan kedua tangannya yang direntangkan. Artis utama dan staf-staf dari London baru saja turun dari pesawat pribadi mereka setelah 11 jam 30 menit perjalanan dari London.
“waah, udara di sini tidak kalah dinginnya dengan udara musim dingin di London.” Ujar Mike sambil menaikkan zipper jacketnya.
Adrian Harrison yang baru turun dari pesawat segera menghampiri managernya itu, “Mike, apa kau lihat di mana kameraku?”
“mengambil foto lagi??” tanya Mike
Adrian mengangguk  “mm. aku punya firasat kalau aku akan melihat sesuatu yang indah di sini. View di sini benar-benar lumayan.”
Mike lalu tersenyum dan mengeluarkan kamera dari tasnya, “itu karena photography memang hobby mu. Kau selalu bilang begitu saat kau datang ke tempat baru.”
Adrian hanya membalas dengan tersenyum, “terserah. Yang jelas aku rasa banyak objek yang menarik di sini.”

Setelah mengambil semua bagasi, Adrian dengan staf-staf produksi yang lain segera berjalan menuju terminal exit. Baru saja pintu otomatis terbuka, dia sudah melihat sosok gadis yang dikenalnya. Gadis itu tersenyum lebar padanya. Adiknya, Katherine Harrison.
“Oppa!!” seru Katherine sambil berlari menghampiri Adrian dan memeluk kakak laki-lakinya itu.
Adrian melepas pelukan adiknya, “Oppa??”
Alis Kate terangkat, “jangan bilang kau tidak tau kalau Oppa itu berarti kakak laki-laki dalam bahasa korea??” ujar Kate dengan bahasa Inggrisnya yang juga renyah.
“aku tau… tapi aku jauh lebih lama tinggal di Inggris. Dan aku baru tiba di sini dan kau tiba-tiba memanggilku oppa? Aku masih tidak terbiasa, Kate.” Ujar Adrian.
“tidak usah banyak protes…” kata Kate sambil mendorong pelan bahu kakaknya, “kau sedang ada di kampung halamanmu yang lain, di Korea. Jadi panggilan oppa itu wajar dan kau harus mulai terbiasa dari sekarang.”
“kau persis seperti ibu.. banyak mengomel.”
“issh! Aku memberitahu hal yang benar. kau beruntung karena aku tidak mengatakan pada orang-orang kalau seorang artis terkenal dari Inggris, Adrian Harrison akan datang ke Korea hari ini. Atau bisa-bisa semua fansmu dari Korea akan datang untuk menyerbumu.”
“aku memang terkenal di mana-mana.” Jawab Adrian dengan nada bercanda.
Adiknya lalu hanya menatapnya dengan sinis. Tiba-tiba ponsel Katherine berbunyi,
“ahhh, aku harus segera pergi sekarang. Aku ada janji untuk mencoba kostum untuk fashion showku 3 hari lagi.”
“kau masih sibuk??” tanya Adrian.
Katherine hanya mengangguk dengan ekspresi wajah agak sedih, “untuk ke airport saja, aku harus minta ijin dulu dengan managerku. Aku pergi dulu ya oppa, sampai ketemu nanti!” Kate lalu mencium pipi kakaknya yang halus itu dan beranjak pergi.
Adrian hanya menggelengkan kepalanya dan tersenyum. Ia lalu melihat ke arah managernya yang sedang berbicara dengan staff,
“Mike, sekarang belum ada jadwal kan?”


“benarkah??” tanya Fiona dengan nada tak percaya.
“iya, benar! Dosen kita sudah melihat karya tulismu tadi pagi dan dia bilang itu sangat menarik untuk dipublikasikan di majalah sastra Inggris ternama di Korea!” ujar Min Rae dengan semangat.
“Ya Tuhan.. itu benar-benar berita yang baik!” jawab Fiona dengan riang.
“aku yakin, nilai akhir semestermu nanti pasti akan menjadi nilai yang tertinggi. Selamat Hwa Young!” ucap Min Rae sambil menepuk-nepuk pundak Fiona.
Fiona hanya tersenyum manis, “haah, rasanya setelah mendengar kabar baik itu, perutku tiba-tiba keroncongan. Kita mau makan siang di mana??”
“aku tau setiap suasana hatimu membaik, kau selalu lapar. Bagaimana kalau restoran sup udon di seberang sana??”

Saat hendak memasuki restoran mini sup udon itu, langkah Fiona terhenti. Pandangannya kini tidak lagi mengarah pada kursi-kursi kosong di restoran itu, melainkan dua orang yang duduk dibagian sudut ruangan. Lee Jae Woo dan Kim Ha Ra.
“Hwa Young-ssi??” ucap Min Rae yang menyadari Fiona berhenti tiba-tiba. Dia lalu melihat ke arah pandangan Fiona.
“Ya ampun… kenapa harus disaat seperti ini..” gumam Min Rae.
Fiona masih membeku dalam posisinya, “Hwa Young, bagaimana kalau kita makan siang di tempat lain. Tiba-tiba aku tidak ingin makan sup udon.” Ujar Min Rae sambil menarik tangan Fiona.
“Min Rae-ssi…”
“Iya??”
“Nafsu makanku tiba-tiba hilang.” Ucap Fiona, lalu Ia melirik jam tangannya, “aku harus segera ke butik sekarang. Saatnya bekerja.”
“tapi…”
“sampai ketemu di apartemen nanti. Tenang saja, aku akan makan siang di dekat tempat kerja.” Ujar Fiona yang kemudian bergegas meninggalkan Min Rae.
Min Rae lalu menghela napas, “gadis itu… baru saja tadi dia terlihat riang, sekarang menggunakan kesibukan untuk mengalihkan suasana hatinya.” Min Rae lalu melihat ke arah Jae Woo dan Kim Ha Ra,
“dasar lelaki bodoh! Selalu saja merusak suasana hati orang!”

Sementara itu dari dalam restaurant, Jae Woo yang tadinya sedang menikmati hidangannya lalu menyadari keberadaan Fiona yang sudah bergegas meninggalkan.
“ada apa Jae Woo-ssi?” tanya Kim Ha Ra dengan senyumannya yang manis.
“oh, bukan apa-apa.” Ucap Jae Woo yang sedikit terkesiap.
Ha Ra lalu melihat  ke arah pandangan Jae Woo tadi, “Park Hwa Young-ssi?”
Jae Woo tidak menjawab apa-apa. Dia hanya tetap menyeduh sup udonnya,
“apa kau tau kalau Hwa Young sudah mendapatkan beasiswa di fakultas sastra Inggris di Oxford?” tanya Ha Ra yang tidak menunggu jawaban dari Jae Woo.
Jae Woo lalu menatap Ha Ra, “dia… diterima?”
Ha Ra mengangguk, “iya. Jadi kau tidak perlu khawatir soalnya lagi. Mungkin sekarang dia sudah melupakan hubunganmu yang retak dengannya. Lagipula, siapa yang menyuruhnya untuk mengejarmu sejak SMA? Dia memang  menjadi terlalu manja sejak berpacaran denganmu.”
“cukup Ha Ra. Hwa Young tidak pernah bersikap manja. Aku putus dengannya karena aku hanya merasa kita tidak cocok.” Ujar Jae Woo datar.
Sekali lagi Ha Ra mengangguk, “memang terlihat begitu.” Ucapnya sambil menyeduh hidangannya.
“dia pasti akan sangat senang tinggal di Inggris. Apalagi dia seorang kutu buku.” Kata Ha Ra dengan cuek. Kutu buku? Fiona bukanlah seorang gadis kutu buku. Memang dia suka membaca, tetapi keterampilannya dalam menulis itu murni karena bakat yang sudah dibawanya dari lahir.
Dari pada menjawab perkataan Ha Ra, Jae Woo lebih memilih sibuk menyantap hidangannya sendiri.


“Park Hwa Young, akhrinya kau datang juga.” Sambut pemilik toko butik terkenal di Seoul itu, Mrs Song.
“selamat siang Mrs. Song, maaf jika saya terlambat.” Ucap Fiona sambil tersenyum.
“tidak, sama sekali tidak terlambat. Kamu datang tepat waktu. Model kita sekarang sedang menunggu di lounge. Sebaiknya kamu mengambil rancanganmu sekarang.” Ucap Mrs Song dengan ramah.
“baiklah.” Fiona segera bergegas menuju ruang kerja designnya dan mengambil rancangan busana yang sudah diselesaikannya 2 minggu yang lalu. Kini rancangannya sudah jadi dan siap dipamerkan di fashion show di Seoul 3 hari lagi. Oh ya, selain sibuk dengan aktivitas kuliahnya sebagai seorang mahasiswi English Literature di Kyung Hee University, Fiona juga mengambil pekerjaan sambilan sebagai Junior designer di salah satu butik terkenal di kota Seoul. Kecerdasan dan keterampilannya bukan hanya dalam bidang sastra tetapi juga dalam menggambar design. Siapa tau setelah lulus kuliah nanti, Fiona bisa menjadi penulis sekaligus designer ternama.
“Mrs Song, bisa saya melihat modelnya sekarang?” tanya Fiona yang memegang file rancangannya,
“aku di sini.” Ucap seorang gadis berpostur tinggi, kurus yang berdiri dibelakang Fiona.
Fiona lalu membalikkan badan, dan dalam sedetik, dia bisa mengenali wajah itu dengan jelas. Model yang memiliki wajah yang paling diminati banyak klien, Katherine Harrison.
Fiona lalu tersenyum, “kita bisa mulai sekarang?”
“tentu saja.” Jawab Kate dengan ramah.
Pertama-tama Fiona mengeluarkan meteran dan mengukur badan Katherine,
“sepertinya ukuran badan anda cukup pas dengan baju yang sudah dirancang.” Ucap Fiona sambil masih mengukur.
“yap. Sempurna.” Ujar Fiona lagi dengan lebih yakin.
Katherine lalu hanya tersenyum dan menatap wajah Fiona, “kau…”
“iya??” Fiona sadar kalau dia sedang diperhatikan.
“wajahmu tidak asing bagiku.” Ujar Katherine.
Fiona hanya tersenyum tipis dan berjalan menuju rak baju yang sudah disiapkan di ruangan.
“apakah kau orang korea? Matamu berwarna hijau.”
“setengah.” Jawab Fiona singkat.”aku berdarah Korea-Inggris.”
“Benarkah??” ucap Kate dengan riang. “berarti kita sama! Wah, benar-benar menarik. Apakah kau fasih dalam berbahasa inggris?”
“aku mahasiswi di Universitas Kyung Hee, fakultas sastra Inggris.” Jawab Fiona.
“itu berarti kau memang fasih dalam berbahasa inggris??”
“ya, bisa dikatakan begitu.”
“wahh, menarik sekali. Ini pertama kalinya aku melihat seseorang yang juga merupakan campuran Korea-Inggris. Pantas saja aku merasa pernah melihat wajahmu..”
Kali ini Fiona menatap Katherine, “maksudmu?”
“wajahmu mirip dengan almarhum Julia Scarlett. Dia adalah actress dan model terkenal di Inggris dulu. Kau tau dia kan? Dia sangat terkenal di mana-mana, bahkan sampai di Korea.” Jelas Katherine
Fiona lalu terhenti dan terdiam sejenak, Ia mengangguk, “mm. mungkin hanya kebetulan saja.” Katanya datar.

“Omma!!” terdengar suara gadis yang sudah tidak asing ditelinga Fiona.
Fiona lalu melirik ke arah pintu, gadis muda berambut cokelat gelap itu berdiri di ambang pintu dan tersenyum menatap Fiona, “oh hi Hwa Young!”
“Hi Mi Na.” sapa Fiona sambil tersenyum.
Song Mi Na lalu menyadari keberadaan Katherine di sebelah Fiona,
“oh sedang bekerja?? Maaf mengganggu. Tapi, kau bisa menemuiku nanti setelah ini?” tanya Mi Na.
“tentu aja.”
Mi Na lalu tersenyum, “baiklah kalau begitu, aku tunggu.”


“Mi Na? ada apa?” tanya Fiona sambil menghampiri Song Mi Na yang sedang duduk dengan teh hangatnya di sofa.
“oh, Hwa Young. Sudah selesai bekerja? Aku perlu bantuanmu. Kau bisakan mengantarku ke redaksi majalah fashion di City Hall? Mereka ingin meminta biodata designer dari butik kita.”
“tentu saja. Tapi apa kau sudah memilih designer mana yang ditunjuk?”
Mi Na lalu tersenyum mencurigakan, “justru karena itu.. kau kan bekerja sebagai junior designer, pastinya lebih mengenal designer mana yang lebih baik.” Ujar Mi Na.
Fiona lalu hanya mendesah kecil, “baiklah kalau begitu. Kita sebaiknya pergi sekarang.”

Dalam perjalanan ke City Hall, Fiona memeriksa profil-profil senior designer dari butik milik keluarga Song. Butik itu sudah lama berdiri dan pastinya, designer-designer yang bekerja dengan Fiona adalah designer yang hebat dan berpengalaman.
“bagaimana dengan yang ini? Dia adalah designer yang sangat baik. Saat aku belajar darinya, dia selalu memberikan ide-ide yang menarik dan fresh. dia masih belum nomor satu di butikmu, tetapi aku yakin dia cocok untuk dipromosikan.” Jelas Fiona.
“baiklah, aku percaya dengan pendapatmu.” Ujar Mi Na sambil menyetir  mobilnya.
“oke, kita sudah sampai. Kau mau tunggu di taman seberang sana? Maaf kalau nanti aku agak lama, pasti akan agak membosankan.”
“tenang saja…” ucap Fiona sambil mengambil sesuatu di dalam tasnya. Dia lalu memperlihatkan sebuah buku kepada Mi Na.
Mi Na lalu tersenyum “oh ya, aku lupa kalau kau selalu mempunyai buku yang tidak pernah membuatmu bosan.” Ucap Mi Na dengan nada bercanda.
“aku akan kembali sekitar…30 menit lagi, oke?”
“oke, aku tidak akan kabur ke mana-mana.” Jawab Fiona. Ia lalu berjalan menuju bangku taman berwarna coklat yang terletak di samping danau kecil.
Sambil duduk di atas bangku taman itu, Fiona melihat ke atas langit yang sudah mulai mendung karena musim dingin yang akan datang. Tidak ada cahaya sinar matahari. Entah kenapa Ia tiba-tiba merasa perasaannya mulai gundah. Biasanya dia selalu menyambut musim dingin dengan semangat baru, karena dia menyukai musim dingin, saat salju mulai turun. Tapi kenapa.. kenapa sekarang terasa berbeda?
Musim dingin kali ini dia sambut tanpa kehadiran Jae Woo disampingnya… mungkinkah karena itu? Apakah Jae Woo yang membuatnya merasa gundah seperti ini? Fiona! Jadilah gadis yang kuat dan lupakan laki-laki yang sudah menyakitimu. Jangan melankoli seperti ini. Ayolah…
Dari pada memikirkan Jae Woo, Fiona lalu segera membuka bukunya dan mulai berkonsentrasi membaca, bagaimanapun caranya, Fiona harus menghapus Jae Woo dari pikirannya.

Adrian Harrison yang kini sedang memiliki waktu bebas memilih untuk mengelilingi kota Seoul dan mengambil foto pemandangan yang dianggapnya menarik. Setelah 1 setengah jam berkeliling, Adrian tidak mendapati dirinya kebosanan. Baginya Seoul benar-benar tempat yang sangat menarik.
Dengan memakai syal tebal disekitar lehernya dan kacamata gelap, Adrian berharap tidak ada salah seorang dari fans nya di korea menyadarinya dan menyerbunya di saat-saat seperti ini. Dia hanya ingin menikmati suasana sebagai seorang Adrian, bukan seorang artis muda terkenal dari London.
Saat sudah hampir mengelilingi seluruh City Hall, mata Adrian terpusat pada taman yang terletak di seberang sana. Ia merasa suasana taman itu sangat sejuk dan berminat untuk mengambil foto taman itu.
Namun, saat Ia sedang mencari fokus lensa kameranya, kameranya terpusat pada seorang gadis yang duduk di atas bangku taman. Gadis itu terduduk sendiri sambil membaca buku , menunduk dengan sikunya di atas pegangan bangku dan tangannya menopang pipinya. Angin menerpa wajahnya, dan Ia segera menyingkirkan helaian rambutnya yang menghalangi penglihatannya.
Kini Adrian bisa melihat wajah gadis itu dengan jelas. Wajahnya yang putih bersih dan murni itu… mata hijaunya yang bisa dilihatnya dari kejauhan. Apakah dia gadis Korea?
Hal pertama yang dipikirkan Adrian adalah bidadari. Mata hijaunya, rambut panjangnya yang cokelat dan wajah murninya yang tidak memperlihatkan kesan yang terlalu kebarat-baratan.
Tanpa sadar, Adrian segera memfokuskan lensa kameranya pada gadis itu dan mengambil fotonya.
Adrian lalu melihat display fotonya dan terpaku sesaat, “apakah ini objek yang aku tunggu-tunggu?” gumamnya dalam hati.

0 Comments:

Posting Komentar

2012 Lady Adelaida: Sunny in Winter. Diberdayakan oleh Blogger.

© Sunny In Winter, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena